Mungkin mirip ALAM dan manusia tanpa sadar terjadi “hubungan mesra” seperti guru sama muridnya. Kita memang tidak perlu menyadari tanda-tanda alam itu, karena sama saja seolah melawan realitas akal manusia. Contoh kasus dalam cerita ini, bagaimana sebuah motor Vespa bisa berubah menjadi guru bagi pemiliknya.
Sebuah bukti yang bisa kita lihat misalnya adanya hubungan antara Gunung Kelud dengan alam sekitarnya wabil khusus masayarakat Indoneia. Kita bisa melihat fenomena hubungan “marah” gunung kelud dengan kondisi alam ini seperti yang ditulis Tajuk Republika Rabu, 24 Oktober 2007:
“Disonan dalam krisis Kelud itu, antara lain, pendapat juru kunci bahwa Kelud tak akan meletus saat ini. Disonan lainnya, pendapat bahwa Kelud hanya akan meletus setelah terjadi peristiw kotor semcam agresi militer Belanda kemudian terjadi letusan 1951, peristiwa G30S PKI terjadi letusan 1966, penembakan misterius memicu letusan pada 1990. Karena tak ada “tanda-tanda zaman” seperti itu saat ini, berarti, bagi mereka, aman-aman saja untuk tetap tinggal di rumah dan tak perlu mengungsi.
Bukti lain, ada pada pengalamanku sendiri… (sekali-kali boleh dong cerita pribadi)
Seperti biasa saya Masuk dipintu Utama pada salah satu gedung yang biasa di bilang hotel prodeo — kantor paling angker katanya sich……di bilangan Jakarta Timur untuk nyangkul demi menahan perut biar tetap fit. Saat memasuki gedung, udara hari itu cerah sumringah. Lalu lalang karyawan karyawati saat berpapasan begitu segar, harum baunya. Mata ini pun jadi cerah dan menyumringah juga
Singkat cerita, jam 16.00 WIB saya pulang bersama kawan, meluncur dari Blok D langsung ke parkiran untuk mengambil motor Vespa. Tiba-tiba alam jadi gelap gulita, dadaku tersengat sembilu, jantungku dag-dig-dug tak sesuai irama. Sebab motor Vespaku tidak menampak di tempat parkir biasanya. HILANG!
Tanya-sana-sini tidak mengerti. Yah, musnah sudah motor Vespaku diembat maling, gumamku. Akhirnya dibikin hebohlah seluruh pengelola gedung: polisi, satpam, kepala gedung, bagian administratif dst. Karena dalam sejarah, di gedung bersejarah itu belum pernah kehilangan motor/mobil hingga saat ini.
Lemas lunglai sudah syaraf tubuhku. Motor Vespa andalan satu-satunya dan setia membawaku beraktivitas sehari-hari itu raib di colong maling. Tangisku dalam batin.
“Ya Allah, apa dosa saya” *merasa ada yang kurang kali amalnya* gumam batinku.
***
Sebuah tragedi yang konyol menimpaku itu akhirnya berakhir di ujung kehampaan dan kepasrahan. Karena mencari ke sana kemari tidak ketemu. Akhirnya tidak jauh sekitar 3 km saya bersama si bajaj menuju ke Polsek Jakarta Timur, memenuhi prosedur kehilangan. Saat menuju kantor polisi, masih di dalam bajaj, berusaha tenang. Berusaha menutupi kegalauan atas peristiwa yang tidak disangka-sangka itu, kaget sekali!
Batinku bergolak dan terus menyalahkan diri sendiri. Habis mau menyalahkan siapa? Saya memang tidak hati-hati, tidak dikunci dengan gembok 10 biji; tidak merantai motor Vespaku dengan rantai kapal; tidak membayar satpam untuk khusus menjaga motorku.
Di sisi lain, juga saya merasa kurang dalam berbagai hal: ibadah pribadi maupun ibadah sosial. Karenanya, dalam ketidak mengertian itu, saya berusaha untuk tenang dan menerima apa yang terjadi. Inikah saatnya giliran saya diuji?. Gumamku berkali-kali.
Pergolakan batin itu terus berkecamuk dan saya beritahukanlah guru spiritualku.
“Tadz, baru saja saya kehilangan motor Vespa”
“Masya Allah, Benarkah?”
“Ya benar!” Masa sama guru berbohong sih, sergahku dalam hati.
“Seperti biasakah parkirnya?”
“Ya benar, parkir di tempat biasanya.” Jawabku mantap dan berusaha tenang tanpa terkesan kecewa.
“Duuh sayang sekali motor segede itu bisa hilang” jawabnya mengahiri pertanyaanku.
“Lah, mobil saja bisa hilang, motor juga dong” sanggahku dalam hati.
Bajai yang kunaiki itu kini, telah sampai di pintu gerbang kantor polisi. Tiba-tiba saya langsung teringat dengan jelas gamblang bahwa motor Vespaku tertinggal di warung Nasi Padang
. Jadi waktu masuk kantor, saya tidak langsung ke tempat parkir melainkan memarkirnya di warung itu, kemudian ditinggal begitu saja. Padahal biasanya nongkrong dengan aman di dalam gedung.
“Pak supir, kembali ke gedung aja deh, tidak jadi ke kantor polisi.” Mintaku pada bajaj
Benar saja, saat sampai di warung Padang itu, motor Vespaku masih nongkrong di situ dengan gagahnya.
Saya langsung telpon kembali guruku, dan beliau mengucapkan ungkapan menarik:
“Motor Vespa kamu itu lebih pintar dari kamu.”
“Maksudnya?”
“Berapa motor Vespa itu harganya?”
“Kira-kira 3 jutaan”
“Kalau dihitung 2.5 persennya, berarti sekitar 100 ribu kamu harus keluarkan. Itu sudah lebih dari 2.5%.
“Heheheh…. “ saya mantuk-mantuk…
Ternyata saya memang pelit! Ketahuan dari ungkapan itu. Oh, motor Vespaku ternyata kamu memang “guru” yang tak pernah teriak-teriak.